(Copas dari salah satu senior di FK UNS)
Sektor kesehatan di Indonesia sedang mengalami masa transisi dalam beberapa dekade terakhir, terjadi beberapa perbaikan di berbagai point, salah satunya yaitu angka harapan hidup yang meningkat dari 45 tahun menjadi 66,2 tahun dalam kurun waktu 33 tahun (Bappenas, 2005). Namun, di sisi lain, Indonesia masih menunjukkan kinerja yang buruk, sehingga lebih banyak point yang jauh dari harapan.
1. Kematian ibu hamil dengan rasio empat per seribu kelahiran dan menduduki peringkat tinggi di Asia Tenggara!
2. Gizi buruk yang masih cenderung tinggi di kawasan wilayah Indonesia Timur, efek disparitas wilayah!
3. Transisi penyakit: Penyakit infeksi memang cenderung menurun, tetapi penyakit akibat pola hidup seperti diabetes, stroke mulai menjadi primadona penyakit di beberapa tempat.
4. Maldistribusi tenaga kesehatan. Ironis, di wilayah DKI Jakarta, jumlah dokter umum menembus angka 2300 orang, 23 kali lipat dari jumlah dokter umum di Indonesia bagian Timur
5. Jaminan kesehatan masyarakat (JAMKESMAS) baru mengcover 70 juta jiwa, padahal setengah penduduk Indonesia tergolong rakyat miskin dan banyak terjadi penyelewangan penggunaan hak JAMKESMAS untuk orang-orang kaya. Bagaimana dengan 40 juta jiwa yang lainnya?? Apakah statement “orang miskin dilarang sakit itu” memang mencerminkan realita yang ada?
6. Dan yang lainnya..
Point-point diatas menjadi gambaran bahwa kondisi kesehatan Indonesia masih jauh dari harapan. Bahkan, konsep Indonesia Sehat 2010 bisa dibilang gagal karena pada kenyataannya banyak indikator yang belum terpenuhi. Tapi jangan pernah katakan bahwa bangsa ini gagal, TIDAK! Kita tidak gagal tetapi kita sedang bangkit dari keterpurukan.
Melakukan evaluasi terhadap kondisi yang ada adalah sebuah keharusan. Apalagi cita-cita untuk mewujudkan bangsa yang mandiri di bidang kesehatan belum terwujud.
Jika kita melihat sejarah yang ada, kondisi kita tidak jauh berbeda, hanya saja dahulu masih dijajah oleh bangsa lain dan saat ini kita terjajah oleh bangsa lain dan bangsa kita sendiri. Tapi ingatlah, ada sosok yang memperjuangkan perubahan pada masa itu. Mereka adalah pemuda, diantara mereka ada seorang Soetomo, Tjipto Mangoenkoesoemo, Douwes Dekker, Arif Rahman Hakim, sampai Hariman Siregar. Uniknya, di setiap masa perjuangan nama mereka terukir sebagai seorang pahlawan, lebih khususnya mereka adalah pemuda, lebih khusus lagi mereka adalah mahasiswa, dan terkhusus mereka adalah mahasiswa kedokteran.
Ibarat menulis, perjuangan mereka adalah tinta sejarah yang sampai saat ini mulai harus tergantikan dengan tinta yang baru, tidak lain dan tidak bukan, tinta-tinta sejarah berikutnya adalah karya mahasiswa kedokteran saat ini.
Momentum Hari Pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November 2011 seharusnya kita jadikan refleksi dan evaluasi, sejauh mana mahasiswa kedokteran saat ini mengambil peran dalam membangun kesehatan bangsa yang masih jauh dari harapan, dan sejauh mana kita mampu meneruskan perjuangan para pahlawan? Apakah spirit seorang Bung Tomo dan pahlawan lainnya sudah menginternalisasi ke dalam jiwa-jiwa mahasiswa kedokteran?
Bagi saya pribadi, ketika kita sudah berstatus mahasiswa kedokteran, terlebih telah mengikrarkan Deklarasi Hasanuddin, berarti kita sudah menyerahkan sepenuhnya hidup kita bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga orang lain. Bukan berorientasi pada apa yang bisa kita terima, namun apa yang bisa kita berikan. Bagi saya, ini perlu ditanyakan kembali kepada mahasiswa kedokteran saat ini, apakah niat itu sudah tertanam dalam jiwanya masing-masing? Ingatlah, jas putih yang akan kita pakai kelak menjadi bukti bahwa profesi kita secara langsung akan mengajak kita untuk lebih memahami kondisi masyarakat Indonesia. Kita akan menjadi pelayan bukan pemangku, dan seorang pelayan masyarakat yang baik adalah mereka yang ikhlas dalam berjuang , mengorbankan kepentingan pribadi untuk kepentingan umat, serta tidak mengharapkan reward atau imbalan yang sifatnya pengakuan. Layaknya pahlawan-pahlawan Indonesia yang berjuang tanpa berorientasi pada gelar kepahlawanan.
Kali ini saya tidak mengajak untuk merasa euforia dengan sejarah yang kita miliki, tetapi juga mengajak untuk merefleksikan diri masing-masing bahwa kontribusi yang kita berikan belum membawa dampak yang cukup signifikan untuk perbaikan kesehatan bangsa. Ada beberapa gagasan yang saya tawarkan untuk seluruh mahasiswa kedokteran Indonesia untuk mengubah karakter kita agar kita benar-benar menjadi agent of change dalam perbaikan kesehatan Indonesia.
1. Reorientasi niat!
Jika sampai sekarang kita tidak bisa mengubah orientasi kita dari yang berorientasi untuk kepentingan pribadi menjadi kepentingan masyarakat, maka lebih baik dicabut saja status kita sebagai mahasiswa kedokteran!
2. Jadilah manusia yang peka!
Peka identik dengan sensitivitas dan insiatif seorang manusia. Sebagai mahasiswa kedokteran yang kelak akan terjun ke dalam kehidupan bermasyarakat, maka sebaiknya kita mengasah kepekaan kita masing-masing untuk senantiasa menyadari permasalahan yang ada di sekitar kita.
3. Kontributif!
Peka saja tidak cukup. Kontributif! Disinilah sense of problem solver kita diuji, apakah kita hanya sekedar orang yang berdiam diri dalam menghadapi masalah, atau mampu menjawab dan mencarikan solusi dalam setiap permasalahan. Kontribusi tidak harus bersifat sesuatu yang besar. Mulailah dari segala sesuatu yang kecil, bahkan dengan hobi atau ketertarikan kita, kita mampu memberikan kontribusi untuk perbaikan. Bagi kita yang suka berorganisasi dan memiliki jaringan dengan para pembuat kebijakan, maka jadilah pelaku advokasi! Bagi kita yang tertarik dengan meneliti, ciptakanlah hasil penelitian yang dapat bermanfaat bagi banyak orang! Setiap kita mempunyai kemampuan dan cara masing-masing untuk memberikan kemanfaatan..
Sungguh, jika bukan kita, siapa lagi yang peduli?! Perjuangan pahlawan Indonesia terlalu mahal jika hanya diteruskan dengan kegiatan-kegiatan normatif yang tiada guna. Cita-cita untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang sejahtera adalah cita-cita luhur, dan kewajiban kita sebagai anak bangsa untuk mewujudkannya.. Semoga spirit-spirit perjuangan selalu ada di dalam aktivitas kita..
Khairunnas anfa’uhum linnas.. Untuk Indonesia yang lebih baik..
Sektor kesehatan di Indonesia sedang mengalami masa transisi dalam beberapa dekade terakhir, terjadi beberapa perbaikan di berbagai point, salah satunya yaitu angka harapan hidup yang meningkat dari 45 tahun menjadi 66,2 tahun dalam kurun waktu 33 tahun (Bappenas, 2005). Namun, di sisi lain, Indonesia masih menunjukkan kinerja yang buruk, sehingga lebih banyak point yang jauh dari harapan.
1. Kematian ibu hamil dengan rasio empat per seribu kelahiran dan menduduki peringkat tinggi di Asia Tenggara!
2. Gizi buruk yang masih cenderung tinggi di kawasan wilayah Indonesia Timur, efek disparitas wilayah!
3. Transisi penyakit: Penyakit infeksi memang cenderung menurun, tetapi penyakit akibat pola hidup seperti diabetes, stroke mulai menjadi primadona penyakit di beberapa tempat.
4. Maldistribusi tenaga kesehatan. Ironis, di wilayah DKI Jakarta, jumlah dokter umum menembus angka 2300 orang, 23 kali lipat dari jumlah dokter umum di Indonesia bagian Timur
5. Jaminan kesehatan masyarakat (JAMKESMAS) baru mengcover 70 juta jiwa, padahal setengah penduduk Indonesia tergolong rakyat miskin dan banyak terjadi penyelewangan penggunaan hak JAMKESMAS untuk orang-orang kaya. Bagaimana dengan 40 juta jiwa yang lainnya?? Apakah statement “orang miskin dilarang sakit itu” memang mencerminkan realita yang ada?
6. Dan yang lainnya..
Point-point diatas menjadi gambaran bahwa kondisi kesehatan Indonesia masih jauh dari harapan. Bahkan, konsep Indonesia Sehat 2010 bisa dibilang gagal karena pada kenyataannya banyak indikator yang belum terpenuhi. Tapi jangan pernah katakan bahwa bangsa ini gagal, TIDAK! Kita tidak gagal tetapi kita sedang bangkit dari keterpurukan.
Melakukan evaluasi terhadap kondisi yang ada adalah sebuah keharusan. Apalagi cita-cita untuk mewujudkan bangsa yang mandiri di bidang kesehatan belum terwujud.
Jika kita melihat sejarah yang ada, kondisi kita tidak jauh berbeda, hanya saja dahulu masih dijajah oleh bangsa lain dan saat ini kita terjajah oleh bangsa lain dan bangsa kita sendiri. Tapi ingatlah, ada sosok yang memperjuangkan perubahan pada masa itu. Mereka adalah pemuda, diantara mereka ada seorang Soetomo, Tjipto Mangoenkoesoemo, Douwes Dekker, Arif Rahman Hakim, sampai Hariman Siregar. Uniknya, di setiap masa perjuangan nama mereka terukir sebagai seorang pahlawan, lebih khususnya mereka adalah pemuda, lebih khusus lagi mereka adalah mahasiswa, dan terkhusus mereka adalah mahasiswa kedokteran.
Ibarat menulis, perjuangan mereka adalah tinta sejarah yang sampai saat ini mulai harus tergantikan dengan tinta yang baru, tidak lain dan tidak bukan, tinta-tinta sejarah berikutnya adalah karya mahasiswa kedokteran saat ini.
Momentum Hari Pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November 2011 seharusnya kita jadikan refleksi dan evaluasi, sejauh mana mahasiswa kedokteran saat ini mengambil peran dalam membangun kesehatan bangsa yang masih jauh dari harapan, dan sejauh mana kita mampu meneruskan perjuangan para pahlawan? Apakah spirit seorang Bung Tomo dan pahlawan lainnya sudah menginternalisasi ke dalam jiwa-jiwa mahasiswa kedokteran?
Bagi saya pribadi, ketika kita sudah berstatus mahasiswa kedokteran, terlebih telah mengikrarkan Deklarasi Hasanuddin, berarti kita sudah menyerahkan sepenuhnya hidup kita bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga orang lain. Bukan berorientasi pada apa yang bisa kita terima, namun apa yang bisa kita berikan. Bagi saya, ini perlu ditanyakan kembali kepada mahasiswa kedokteran saat ini, apakah niat itu sudah tertanam dalam jiwanya masing-masing? Ingatlah, jas putih yang akan kita pakai kelak menjadi bukti bahwa profesi kita secara langsung akan mengajak kita untuk lebih memahami kondisi masyarakat Indonesia. Kita akan menjadi pelayan bukan pemangku, dan seorang pelayan masyarakat yang baik adalah mereka yang ikhlas dalam berjuang , mengorbankan kepentingan pribadi untuk kepentingan umat, serta tidak mengharapkan reward atau imbalan yang sifatnya pengakuan. Layaknya pahlawan-pahlawan Indonesia yang berjuang tanpa berorientasi pada gelar kepahlawanan.
Kali ini saya tidak mengajak untuk merasa euforia dengan sejarah yang kita miliki, tetapi juga mengajak untuk merefleksikan diri masing-masing bahwa kontribusi yang kita berikan belum membawa dampak yang cukup signifikan untuk perbaikan kesehatan bangsa. Ada beberapa gagasan yang saya tawarkan untuk seluruh mahasiswa kedokteran Indonesia untuk mengubah karakter kita agar kita benar-benar menjadi agent of change dalam perbaikan kesehatan Indonesia.
1. Reorientasi niat!
Jika sampai sekarang kita tidak bisa mengubah orientasi kita dari yang berorientasi untuk kepentingan pribadi menjadi kepentingan masyarakat, maka lebih baik dicabut saja status kita sebagai mahasiswa kedokteran!
2. Jadilah manusia yang peka!
Peka identik dengan sensitivitas dan insiatif seorang manusia. Sebagai mahasiswa kedokteran yang kelak akan terjun ke dalam kehidupan bermasyarakat, maka sebaiknya kita mengasah kepekaan kita masing-masing untuk senantiasa menyadari permasalahan yang ada di sekitar kita.
3. Kontributif!
Peka saja tidak cukup. Kontributif! Disinilah sense of problem solver kita diuji, apakah kita hanya sekedar orang yang berdiam diri dalam menghadapi masalah, atau mampu menjawab dan mencarikan solusi dalam setiap permasalahan. Kontribusi tidak harus bersifat sesuatu yang besar. Mulailah dari segala sesuatu yang kecil, bahkan dengan hobi atau ketertarikan kita, kita mampu memberikan kontribusi untuk perbaikan. Bagi kita yang suka berorganisasi dan memiliki jaringan dengan para pembuat kebijakan, maka jadilah pelaku advokasi! Bagi kita yang tertarik dengan meneliti, ciptakanlah hasil penelitian yang dapat bermanfaat bagi banyak orang! Setiap kita mempunyai kemampuan dan cara masing-masing untuk memberikan kemanfaatan..
Sungguh, jika bukan kita, siapa lagi yang peduli?! Perjuangan pahlawan Indonesia terlalu mahal jika hanya diteruskan dengan kegiatan-kegiatan normatif yang tiada guna. Cita-cita untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang sejahtera adalah cita-cita luhur, dan kewajiban kita sebagai anak bangsa untuk mewujudkannya.. Semoga spirit-spirit perjuangan selalu ada di dalam aktivitas kita..
Khairunnas anfa’uhum linnas.. Untuk Indonesia yang lebih baik..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar