Posting ini dipersembahkan untuk the man that I always wanted to marry, ayahku. Orang yang aku sayangi setelah ibuku, ibuku, dan ibuku. Dari dulu, orang bilang, ayahku itu tipe orang yang pendiam, bicara seperlunya saja. Tapi beliau selalu punya sisi menarik, yang selalu bisa aku banggakan ketika aku kecil. Aku selalu bangga ketika teman-temanku bertanya apa pekerjaan ayahku. Aku dulu menganggap ayahku sangat mulia karena selalu menolong orang sakit. Siap datang 24 jam untuk home visit. Aku masih ingat ketika aku kelas 2 SD, ayahku dengan jas putihnya menyempatkan datang ke sekolahku untuk mengantar penghapus pensilku yang ketinggalan, ditengah jadwal prakteknya yang padat. Hingga akhirnya saat pertengahan masa SMPku, ayahku memutuskan untuk berhenti dinas di salah satu rumah sakit swasta dan memilih hanya praktik di rumah. Katanya, selain kewalahan dengan jadwal di rumah serta agar lebih banyak waktu dengan kami di rumah. Dulu, aku selalu iri dengan teman-temanku yang punya ayah selalu di rumah dan menemani mereka belajar pada malam hari. Seiring waktu aku bisa memahami pekerjaan ayahku.
Ayahku suka sekali musik rock, heavy metal, dan sejenisnya yang bikin pusing kepala. Dulu waktu aku kecil, aku bisa sing along lagu-lagu yang diputat ayahku di mobil ketika kami berkendara. Aku cuma tau evanesence dan linkin park. Selebihnya, scorpions, gun and roses, mr big, dan sejenisnya cukup jadi obat anti ngantuk untuk ayahku. Ayahku itu lucu, selalu ada cara untuk membuat kami tertawa dan menahan untuk tidak saling berdebat, dengan kelucuannya. Tapi kalau sudah saatnya aku dan adikku kelewat batas, ayahku bisa jadi sangat tegas bahkan beliau diam, kami sudah tidak berkutik. Aku selalu tersenyum untuk mengingat waktu-waktu itu.
Ayahku selalu menjadi sahabatku ketika aku melewati masa aku beranjak remaja. Mulai dari teman ngobrol tentang F1, motogp, pertandingan tennis, hingga sepakbola. Bahkan beliau tau siapa pemain tennis yang aku suka dan klub sepakbola mana yang aku tunggu pertandingannya. Dulu aku dan ayahku pernah begitu gandrung dengan olahraga renang. Dari TK sampai SMP, seminggu paling tidak satu dua kali aku berenang. Kemudian ayahku pun kadang menemani. Ketika kami bosan, akhirnya aku dan ayahku ikut klub tennis. Seminggu sekali aku ikut ayahku latihan, sisanya aku ikut klub di sekolah lain. Kami cepat bosan, akhirnya menggantungkan raket dan aku mulai masuk SMA. Aku sudah mulai off dari semua kegiatan itu dan seluruh kegemaranku pada musik dan olahraga. Mungkin aku bosan. Ayahku pun hanya menyempatkan berolahraga pagi sekali atau dua kali seminggu. Kami tidak sedekat dulu, tapi kasih sayang beliau masih sama. Mungkin aku yang terlalu sibuk dengan teman-temanku.
Beliau tidak pernah menuntutku untuk jadi yang terbaik, untuk belajar mati-matian. Kata beliau, yang penting aku bisa menjaga nama baik keluarga kami. Tapi selalu ada perasaan bersalah ketika aku tidak bisa memberikan yang terbaik untuknya. Aku tidak pernah meminta ijin secara langsung pada beliau karena aku tau, hal-hal gila yang aku mau dan akan aku lakukan akan langsung beliau tolak. Aku selalu mulai merayu lewat ibuku, yang akhirnya ayahku pun luluh. Dulu saat SMA aku tidak sebegitu dekat dengan beliau, aku sadar, aku terlalu sibuk dengan duniaku hingga aku tidak tau apakah dia sedih, bahagia, bangga dengan aku yang sudah aku berikan. Aku sempat kecewa pada beliau karena suatu hal, di saat aku anggap beliau hampir sempurna. Selama masa SMA aku berusaha mengembalikan kepercayaanku pada beliau, sedikit demi sedikit. Hingga aku sempat memutuskan untuk menjadi seseorang yang bukan sepertinya, aku ingin jadi diplomat. Tapi lewat ibuku, aku tau beliau ingin aku sepertinya. Ibuku tau, aku sengaja memilih cita-cita yang lain karena aku sempat kecewa pada beliau. Aku yakin, restu orang tua adalah restu Allah. Begitulah akhirnya, aku di sini sekarang.
Ayahku suka sekali musik rock, heavy metal, dan sejenisnya yang bikin pusing kepala. Dulu waktu aku kecil, aku bisa sing along lagu-lagu yang diputat ayahku di mobil ketika kami berkendara. Aku cuma tau evanesence dan linkin park. Selebihnya, scorpions, gun and roses, mr big, dan sejenisnya cukup jadi obat anti ngantuk untuk ayahku. Ayahku itu lucu, selalu ada cara untuk membuat kami tertawa dan menahan untuk tidak saling berdebat, dengan kelucuannya. Tapi kalau sudah saatnya aku dan adikku kelewat batas, ayahku bisa jadi sangat tegas bahkan beliau diam, kami sudah tidak berkutik. Aku selalu tersenyum untuk mengingat waktu-waktu itu.
Ayahku selalu menjadi sahabatku ketika aku melewati masa aku beranjak remaja. Mulai dari teman ngobrol tentang F1, motogp, pertandingan tennis, hingga sepakbola. Bahkan beliau tau siapa pemain tennis yang aku suka dan klub sepakbola mana yang aku tunggu pertandingannya. Dulu aku dan ayahku pernah begitu gandrung dengan olahraga renang. Dari TK sampai SMP, seminggu paling tidak satu dua kali aku berenang. Kemudian ayahku pun kadang menemani. Ketika kami bosan, akhirnya aku dan ayahku ikut klub tennis. Seminggu sekali aku ikut ayahku latihan, sisanya aku ikut klub di sekolah lain. Kami cepat bosan, akhirnya menggantungkan raket dan aku mulai masuk SMA. Aku sudah mulai off dari semua kegiatan itu dan seluruh kegemaranku pada musik dan olahraga. Mungkin aku bosan. Ayahku pun hanya menyempatkan berolahraga pagi sekali atau dua kali seminggu. Kami tidak sedekat dulu, tapi kasih sayang beliau masih sama. Mungkin aku yang terlalu sibuk dengan teman-temanku.
Beliau tidak pernah menuntutku untuk jadi yang terbaik, untuk belajar mati-matian. Kata beliau, yang penting aku bisa menjaga nama baik keluarga kami. Tapi selalu ada perasaan bersalah ketika aku tidak bisa memberikan yang terbaik untuknya. Aku tidak pernah meminta ijin secara langsung pada beliau karena aku tau, hal-hal gila yang aku mau dan akan aku lakukan akan langsung beliau tolak. Aku selalu mulai merayu lewat ibuku, yang akhirnya ayahku pun luluh. Dulu saat SMA aku tidak sebegitu dekat dengan beliau, aku sadar, aku terlalu sibuk dengan duniaku hingga aku tidak tau apakah dia sedih, bahagia, bangga dengan aku yang sudah aku berikan. Aku sempat kecewa pada beliau karena suatu hal, di saat aku anggap beliau hampir sempurna. Selama masa SMA aku berusaha mengembalikan kepercayaanku pada beliau, sedikit demi sedikit. Hingga aku sempat memutuskan untuk menjadi seseorang yang bukan sepertinya, aku ingin jadi diplomat. Tapi lewat ibuku, aku tau beliau ingin aku sepertinya. Ibuku tau, aku sengaja memilih cita-cita yang lain karena aku sempat kecewa pada beliau. Aku yakin, restu orang tua adalah restu Allah. Begitulah akhirnya, aku di sini sekarang.
Begitu aku meninggalkan rumah untuk mengejar cita-citaku, aku kembali dekat dengan beliau. Beliau tetap menjadi sahabatku bahkan kini calon teman sejawatku. Beliau kini pun jadi mentorku. Kadang ketika beliau meneleponku, beliau menanyakan ilmu apa yang telah aku dapatkan. Aku masih ingat ketika aku begitu bersemangat untuk baksos khitanku yang pertama, beliau meneleponku untuk menentirku proses khitan. Arteri mana yang tidak boleh terpotong, atau cara menghentikan perdarahan. Padahal aku baru mulai menjadi asisten dua. Atau ketika aku pulang, beliau menyempatkan mengenalkanku pada minor set atau obat-obat sederhana. Hingga kini, beliau tetap sama, tidak pernah menuntutku yang macam-macam. Beliau hanya ingin aku tidak meninggalkan kewajibanku beribadah. Aku mulai mengamati bahwa ayahku berusaha untuk lebih rajin dalam beribadah dan mengingat Allah. Yang sebelumnya hanya sholat tahajjud, sejak akhir masa SMAku, beliau kembali puasa sunah, dhuha, dan rutin sholat hajat setiap hari. Beliau tidak pernah bercerita bagaimana beliau beribadah atau aku harus begini atau begitu. Aku cukup mengamati beliau dan aku tau apa saja yang beliau lakukan. Katanya, aku sudah cukup dewasa untuk selalu diberi tau. Aku harus cukup peka untuk meniru mana yang benar dan mana yang salah.
Beliau lah yang rajin untuk sms untuk sholat subuh, tahajjud, atau sekedar sahur. Lewat ayahku, aku belajar banyak. Ketika aku mengabari aku lulus suatu ujian atau pretest, beliau selalu mengingatkan untuk bersedekah atau mengucap Alhamdulillah. Ketika aku gagal, beliau tidak lelah untuk menyemangatiku karena ayahku tau, aku mudah down. Agar terus tetap istiqomah dalam beribadah walau dalam keadaan susah dan senang. Aku selalu merasa terlindungi ketika ada ayahku ataupun hanya mendengar suaranya. Kalau aku kangen, aku cukup kembali sholat hajat karena sholat ini mengingatkanku pada beliau. Beliau lah yang menyarankan sholat sunah ini padaku. Bukan mendapatkan sesuatu dalam sholat ini tapi sekedar terus mengingat Allah dan mendoakan orang-orang yang kami sayangi. Akhir telepon kami selalu diakhiri pesan untuk membaca basmallah tiga kali setiap akan ujian atau berkegiatan. Dulu, sms beliau diakhiri ayat ali imran ke 173 atau ayat terakhir surat at taubah.
Aku tau ayahku sudah berubah lebih baik, meski ayahku dulu sudah cukup menjadi teladan kami.
Doaku, semoga Allah selalu melindungi ibuku, ayahku, dan adikku. Aku sayaaaang mereka, cukup lewat doa ini aku sampaikan rasa sayangku. Cita-citaku sederhana, semoga aku bisa membahagiakan mereka. Amin.
Beliau lah yang rajin untuk sms untuk sholat subuh, tahajjud, atau sekedar sahur. Lewat ayahku, aku belajar banyak. Ketika aku mengabari aku lulus suatu ujian atau pretest, beliau selalu mengingatkan untuk bersedekah atau mengucap Alhamdulillah. Ketika aku gagal, beliau tidak lelah untuk menyemangatiku karena ayahku tau, aku mudah down. Agar terus tetap istiqomah dalam beribadah walau dalam keadaan susah dan senang. Aku selalu merasa terlindungi ketika ada ayahku ataupun hanya mendengar suaranya. Kalau aku kangen, aku cukup kembali sholat hajat karena sholat ini mengingatkanku pada beliau. Beliau lah yang menyarankan sholat sunah ini padaku. Bukan mendapatkan sesuatu dalam sholat ini tapi sekedar terus mengingat Allah dan mendoakan orang-orang yang kami sayangi. Akhir telepon kami selalu diakhiri pesan untuk membaca basmallah tiga kali setiap akan ujian atau berkegiatan. Dulu, sms beliau diakhiri ayat ali imran ke 173 atau ayat terakhir surat at taubah.
Aku tau ayahku sudah berubah lebih baik, meski ayahku dulu sudah cukup menjadi teladan kami.
Doaku, semoga Allah selalu melindungi ibuku, ayahku, dan adikku. Aku sayaaaang mereka, cukup lewat doa ini aku sampaikan rasa sayangku. Cita-citaku sederhana, semoga aku bisa membahagiakan mereka. Amin.
:')
BalasHapusemang akan selalu ada saat, ketika kita sadar how much we love him
aaaa sunimph suka banget sama tulisanmu iniii
BalasHapusYasmin : iya yas :'''
BalasHapusAtika : makasih tik :)