Rabu, 19 Maret 2014

Diabetes Mellitus dan Hipertensi

Bulan ini adalah bulannya blok geriatri. Skenario pertama membahas tentang bagaimana pasien jatuh dan tatalaksananya. Tapi, aku lebih tertarik untuk mencari patofisiologi gejala lain pada pasien tersebut, yaitu adanya gula darah sewaktu lebih dari 200 mg/dL dan hipertensi. Selama ini, sering aku temui pasien geriatri (pasien dengan usia lebih dari 60 tahun dan memiliki lebih dari dua penyakit kronis) mengidap diabetes mellitus sekaligus hipertensi, kadang disertai nyeri lutut/osteoartritis. Kemudian setelah pertemuan pertama diskusi tutorial berakhir aku masih merasa kedua penyakit ini disebabkan oleh hal yang berbeda, terpisah. 

Tapi malam ini, setelah aku selesai makan dengan Hana, ada hal lain yang menggelitik. Bukannya diabetes mellitus dan hipertensi itu ada hubungannya ya? Complicated atau in relationship? Bukan, bukan. Ini juga bukan pertanyaan seperti anak ayam dan telur, duluan mana? Ini satu mekanisme yang jelas. Bahwa diabetes mellitus lah yang menjadi penyebab terjadinya hipertensi. Jadi, tersangkanya di sini, diabetes mellitus. Secara sederhana, setiap asupan glukosa selalu mengalami proses pemecahan molekul oleh hormon insulin, agar dapat didistribusikan dengan baik keseluruh tubuh atau digunakan sebagai sumber energi. Tapi masalahnya, hormon insulin itu terbatas sehingga tidak semua glukosa bisa diproses oleh hormon insulin, tidak semua glukosa berpasangan dengan hormon insulin. Keadaan ini disebut sebagai resistensi insulin di mana insulin tidak mampu menstabilkan kadar glukosa dalam tubuh. Bisa dibilang, insulin gagal untuk memenuhi harapan tubuh, harapan palsu ciiin. Nah, karena tidak berpasangan dengan insulin, jadilah glukosa ini jomblo. Glukosa yang jomblo inilah yang berbahaya. Ketika glukosa yang jomblo ini naik jumlahnya, atau membentuk persekutuan hiperglikemia (kadar glukosa berlebih dalam tubuh).
Hiperglikemia inilah yang secara langsung menyebabkan naiknya tekanan darah pada pasien dengan diabetes mellitus. 


Dikutip dari (Indriyati, 2003) Pada penderita diabetes melitus terjadi perubahan fungsi sel endotel
dan kegagalan relaksasi vaskular. Hiperglikemia mengaktifkan protein kinase C di endotel yang selanjutnya merangsang produksi prostaglandin vasokonstriktor dari endotel.(20) Kadar endotelin(bersifat vasokonstriktor) dan angiotensin converting enzyme (ACE) yang berperan dalam pembentukan angiotensin II (vasokonstriktor) juga meningkat. Pada diabetes melitus juga terjadi kegagalan peningkatan cerebral blood flow sebagai respons terhadap rangsangan vasodilator, yang disebabkan neuropati otonom diabetik dan atau kelainan endotel yang mengakibatkan menurunnya faktor vasodilator endotelial seperti nitric oxide.

Hiperglikemia mengubah produksi matriks sel endotel, dan menyebabkan penebalan membran
basal. Kadar gula yang tinggi meningkatkan produksi kolagen IV endotel dan fibronektin serta meningkatkan aktivitas enzim yang terlibat dalam sintesis kolagen. Toksisitas glukosa juga memperlambat replikasi dan mempercepat kematian sel endotel. Kelainan metabolik lain yang dapat terjadi pada diabetes selain hiperglikemia adalah hipertrigliseridemia, peningkatan reaksi oksidasi dan glikosilasi, sehingga akan memperburuk kerusakan sel endotel.

Apa itu tekanan darah? Tekanan darah ditentukan dari hasil pengukuran tensi meter. Kita ibaratkan pembuluh darah adalah selang, dan darah adalah airnya. Tekanan darah yang normal diibaratkan air yang mengalir lancar pada selang, di mana air tersebut memberikan tekanan ke segala arah dinding selang. Itulah yang kita ukur. Daya tekan/dorong air itu. Air dengan tekanan/dorongan yang baik/lancar, menghasilkan aliran lancar, karena terus berjalan. Sama halnya dengan darah. Darah yang memiliki daya tekan/dorong yang baik, bisa mengalirkan nutrisi dan oksigen dengan baik ke seluruh bagian tubuh. Darah yang memiliki daya dorong/tekanan yang rendah, berarti ada gangguan dalam pengaliran darah itu sendiri ke bagian tubuh yang lain, apalagi bagian tubuh atas/yang melawan gravitasi, perlu daya dorong lebih besar untuk menyuplai nutrisi dan oksigen ke sana. Maka itu penting untuk menjaga tekanan darah agar selalu dalam batas normal. Tekanan darah yang tinggi menunjukkan adanya sumbatan/gangguan. Gangguan itu bisa berupa selang/pembuluh darah yang menyempit, aliran darah yang terlalu kental atau ada sumbatan dalam yang menyumbat aliran darah. Dalam kasus diabetes mellitus, terjadi penurunan elastisitas pembuluh darah akibat mediator-mediator inflamasi dan kerusaskan endotel serta penumpukan fatty streak (mediator inflamasi yang menumpuk pada pembuluh darah sehingga mempersempit ruang gerak aliran darah).  Sehingga, dengan aliran darah yang masih sama seperti dulu, tapi selang yang mengecil, tentu meningkatkan tekanan itu sendiri, bukan? Apa bahayanya? Ketika pembuluh darah makin lama makin sempit akibat makin menumpuknya timbunan kerusakan akibat hiperglikemia, dengan aliran darah yang masih sama, pembuluh darah tidak bisa mengkompensasi tekanan darah yang tinggi, sehingga suatu saat pembuluh darah akan pecah. Ini yang disebut stroke hemorragik. 

Terapi yang dianjurkan pertama kali untuk hipertensi kasus ini adalah dengan ACE inhibitor. Obat hipertensi bersifat renoprotektif, seperti penghambat ACE dan ARB akan menurunkan tekanan darah serta penurunkan ekskresi protein. Keadaan ini  akan menurunkan resiko terjadinya gagal ginjal terminal, dan memperbaiki harapan hidup.
Penghambat ACE dan ARB menurunkan tekanan darah melalui mekanisme tidak terjadinya vasokontriksi. Penghambat ACE menghambat  pembentukan Angiotensin II yang bersifat vasokontriktor, sedangkan ARB  bertindak sebagai antagonis reseptor AT1. Perbedaannya terletak pada pembentukan bradikin yang tetap berlangsung pada penghambat ACE.

Terus diabetes mellitusnya diapain? Terapi utama yang dianjurkan adalah perubahan gaya hidup. Kemudian penggunaan obat Metformin namun dibarengi dengan obat yang gastroprotektif karena menyebabkan mual dan muntah. Metformin bekerja dengan meningkatkan sensitivitas insulin, tanpa menstimulasi produksi insulin. Metfomin menurunkan glukosa darah dengan memperbaiki transportasi glukosa ke dalah sel otot.

Ketika terdapat kontraindikasi pada penggunaan metformin, bisa diganti dengan sulfonilurea (glibenklamide) yang berfungsi menstimulasi produksi insulin dari sel beta pakreas yang masih sehat sehingga harus diwaspadai terjadinya hipoglikemia pada penggunaan glibenklamide. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar