Kamis, 26 Juni 2014

DAY 14 - TRUE STORY ABOUT MY FAMILY

Akhirnya semester enam berakhir. Artinya, pendidikan preklinik ini tinggal menyisakan satu semester lagi (SATU SEMESTER LAGI GUYSSS!).  Komitmen untuk menyelesaikan challenges ini masih juga nempel di kepala sebagai salah satu hal yang harus diselesaikan di semester ini. Alhamdulillah hampir setengah perjalanan tiga puluh hari tantangan (terjemahan level google translate) dan lama-lama makin bisa lebih 'ngalir' nulisnya (cieee....) karena dipaksa juga sih sama @rudyoneko dan @tiraraa . Tresna jalaran soko numpak ninja (quote by Tiara), eh salah tresno jalaran soko kulino hahaha. Semoga bisa makin cinta buat nulis, aaamiiin. 

Oke, jadi topik pada postingan kali ini adalah tentang keluarga. Salah satu hal yang selalu bikin kangen keluarga di rumah adalah kebiasaan kami untuk meminta maaf sebelum tidur. Kebiasaan ini sudah berjalan sejak aku duduk di bangku sekolah menengah (entah SMP/SMA). Waktu itu Mama baru pulang dari suatu pengajian rutin yang beliau ikuti.
Kemudian beliau berkata, "Mulai hari ini, sebelum tidur, semuanya wajib maaf-maafan ya."
Nggak ada angin nggak ada hujan kenapa tiba-tiba harus minta maaf? Apakah keluarga kita harus menjadi Mpok Minah 2.0?

Dan kira-kira begini penuturan beliau yang masih aku ingat "Kita nggak tau kapan kita meninggal kan. Mungkin saat kita sedang pulasnya terlelap dalam tidur, tiba-tiba kita atau salah satu dari kita meninggal. Paling nggak kita sudah ikhlas jika nantinya salah satu dari kita sudah dipanggil Allah duluan karena kita sudah saling memaafkan dosa-dosa di antara kita, satu sama lain. Nggak ada dendam karena pernah merasa terdzalimi, nggak ada sesal karena masih merasa bersalah"


Dan seminggu pertama tradisi minta maaf sebelum tidur itu dimulai memang cukup aneh. Maaf pun seperti dipaksakan.
Misalnya antara aku dan adikku, "Maaf yaaa"
Adikku pun hanya mengeluarkan suara tak terdefinisi, "Hmmm...."
"Ini dimaafin nggak?"
"Iya mbak..."
"Ikhlas nggak nih?"
"Iya..."
Dan sesaat setelah maaf-maafan itu selesai,
"Adek itu bantal Mbaaaaak"
"Aku duluaaaaaaan yang ambil" I#^^*$&@$&($ (dan pertengkaran pun terjadi) hahaha.

Tapi lama-lama kami belajar untuk tidak memendam marah atau sebal. Karena kami selalu ingat tujuan awal dari tradisi ini. Ketika yang satu sudah mulai malas untuk meminta maaf, yang lain kembali mengingatkan atau sadar untuk memaafkan. Lama-lama secara otomatis sebelum tidur, kami yang lebih muda, selalu menuju ke kamar orangtua kami untuk meminta maaf. Atau ketika sedang tidak di rumah, kami berusaha untuk menelepon untuk meminta maaf.

"Dek, maafin Mbak ya".




Tidak ada komentar:

Posting Komentar