Rabu, 18 Desember 2013

Aku jatuh cinta




Aku lupa bagaimana akhirnya aku putuskan untuk menempuh pendidikan dokter ini, hingga saat ini aku mencoba meyakinkan bahwa semua ini mungkin sudah ditakdirkan oleh Allah. Semua hal-hal klise mengenai bagaimana nantinya aku hidup untuk mengabdi dan melayani masyarakat sudah aku coba agungkan sejak awal, sekedar formalitas.

Tapi untuk pertama kalinya, aku jatuh cinta.

Sore ini saat aku menerjang hujan lebat di atas motor dengan kecepatan 50 km/jam di jalanan sragen-karanganyar, aku merasa jatuh cinta pada profesi ini kelak. Aku baru saja selesai follow up pasien sirkumsisi untuk membuka perban sehabis sirkumsisi yang dilakukan tiga hari yang lalu.
Masih ingat kata pepatah bahwa "Cinta itu butuh pengorbanan?" Mungkin itu terjadi sore ini. Ketika aku yang mulai turun kesadarannya, tanpa sadar aku sudah berusaha berkorban untuk datang melakukan follow up, membantu teman-teman yang lain. Mungkin sepele, tapi bukan berarti cinta tidak bisa hadir karena hal yang sepele bukan?

Aku mulai mengingat kenangan-kenangan setahun terakhir bertemu langsung dengan pasien saat mendampingi mbak mas koas. Aku masih ingat bagaimana aku keluar dari zona nyamanku, mengiyakan suatu tantangan menjadi penanggung jawab suatu klinik di bawah pesantren di daerah colomadu. Untuk pertama kalinya aku mengendarai motor, sejauh itu. Mungkin untuk beberapa orang yang sudah biasa naik motor hingga ratusan kilometer, itu hal yang biasa. Tapi aku berusaha membuktikan kepada Ayahku bahwa aku harus bertanggungjawab pada apa yang sudah diamanahkan padaku. Bahwa aku baik-baik saja dengan semua keputusan yang aku ambil. Mungkin ini terkesan memberontak tapi aku sudah jatuh cinta pada klinik ini, mau bagaimana?

Aku suka sekali suasana ketika sholat maghrib berjamaah, ikut mengamini "Allohumma ajirna minannar" doa yang sama yang aku panjatkan setiap maghrib dan subuh. Aku merasa pulang, merasa di tengah-tengah keluarga. Aku belajar banyak tentang dermatologi, penyakit yang berhubungan gastrointestinal sekalipun. Aku jatuh cinta.

Teringat bagaimana hari pertama menjadi asisten dua sirkumsisi, aku melihat bagaimana si operator sungguh telaten melakukan pembersihan di daerah organ genital adik yang akan disirkumsisi. Di lain kesempatan aku melihat ketenangan yang berusaha ditampakkan oleh senior-seniorku yang lain ketika terjadi resiko medis. Aku kagum untuk semua yang mereka kerjakan yang nantinya pun harus aku sanggupi. Aku jatuh cinta.

Masih dalam sirkumsisi, sungguh suatu faktor yang mempengaruhi lancarnya proses sirkumsisi adalah ketika menenangkan adik laki-laki tersebut. Itu seni, kata semua orang yang sudah melakukan sirkumsisi. Ketika mereka menangis, menjerit ketakutan, hingga ingin menyudahi saja. Aku ingat bagimana seorang adik yang begitu histeris berteriak ketika jarum jahit mulai ditusukkan. Katanya "Mbak, kayak digigit harimau" kami hanya tertawa, berusaha mencairkan suasana. Paling tidak si adik tadi sudah berkurang ketegangannya. Aku berusaha memahami setiap karakter anak kecil dan nantinya orang-orang lain, dan aku jatuh cinta.

Aku selalu berdoa karena aku tau hanya Allah lah yang bisa membantuku. Membantuku untuk meyakinkanku bahwa semua akan lancar, sesuai prosedur yang ada. Aku tau semua keajaiban itu hadir ketika kita memintanya secara terus menerus dan sungguh-sungguh. Kesungguhan itu membuatku jatuh cinta.

Sehari sebelum baksos terakhir ini, aku baru tidur jam dua pagi bersama teman-teman yang lain, melipat kasa-kasa kecil untuk digunakan saat baksos. Saat baksos pun aku tidur jam satu pagi untuk mereview materi khitan dan jahit menjahitnya sebelum baksos besok di mulai. Aku pun kembali bangun jam tiga pagi untuk mendoakan semua kegiatan di pagi hari nya agar lancar. Semua pengorbanan ini tentu hal yang biasa, yang harus dilakukan demi kelancaran suatu acara. Tapi, aku mulai menemukan diriku yang mau bersusah payah untuk sekedar acara sosial, untuk kepentingan orang lain. Mungkin aku jatuh cinta.

Aku bukan seseorang yang ahli dalam mengungkapkan perasaan atau bahkan menulis puisi yang indah. Tapi, sore ini, di tengah hujan yang begitu deras, aku menyadari bahwa aku jatuh cinta pada profesi ini. Bagaimana semua pengorbanan ini nantinya, bagaimana semua ilmu ini nantinya adalah untuk kepentingan orang lain. Aku selalu ikut tersenyum lega ketika adik-adik kecil selesai melakukan khitan dengan senyum malu-malu yang dipaksakan atau karena mereka menghapus air mata mereka. Kemudian, sekedar kata terima kasih atau matur nuwun dari para lansia ketika selesai berobat. Tidak lupa mereka pun mendoakan untuk kebaikanku kelak. Mungkin ini hal yang sederhana, tapi semua pengorbanan yang baru aku sadari ini ternyata membuatku jatuh cinta karena Allah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar