Jujur, aku bukan orang yang jago multitasking. Kalau ada dua hal yang harus dikejar untuk besok, salah satunya harus dikorbankan, atau paling nggak didelay dulu pekerjaan satunya. Seperti hari ini, Senin. Senin dan Kamis adalah jadwal rutin mahasiswa semester enam pendidikan dokter uns untuk terbimbing skill lab dan tutorial.
Dulu, skill lab nggak ada yang namanya pre test, jadi mayoritas mahasiswa cuma asal nyalin/ copy paste buku rencana kerja persis seperti di buku manual skill lab. Tapi, sejak ada pre test, aku 'dipaksa' belajar semalam sebelumnya. Dan lebih beruntungnya lagi, materi skill lab hari ini cukup banyak, yaitu materi injeksi. Bisa dibayangkan, injeksi bukan cuma satu jenis. Injeksi ada yang intramuskuler, intradermal, subkutan, dan intravena. Karena kelompok yang minggu lalu bilang instrukturnya minta pretest, aku serius belajar skill lab dan menduakan diskusi tutorial.
Dan bencana itu terjadi karena aku tidak sepenuhnya menyiapkan materi untuk diskusi pagi tadi. Aku hanya membaca sepintas karena biasanya aku masih bisa membaca lagi saat diskusi. Tutor untuk diskusi tutorial hari ini adalah salah satu senior paling disiplin di kampus, sebut saja beliau dr. M. Jelas, melihat nggak ada satupun di kelompok kami yang serius melakukan diskusi, terlihat beberapa stuck dengan tukar pendapat, beliau tidak mampu menutupi kekecewaannya. Memang, ini murni salah kami. Mungkin kalau orang yang apatis bakal sebel bin bete dimarah-marahin nggak jelas oleh beliau. Tapi ini tamparan penuh cinta, menurutku. Karena beliau begitu prihatin melihat bagaimana beberapa di antara kami yang belum serius untuk belajar dengan baik, belajar dengan penuh pemahaman, dan sungguh-sungguh.
Ini pesan beliau,
"Dek, kalian boleh benci dan sebel sama saya karena saya sudah marah-marah seperti ini. Silahkan. Tapi saya nggak mau kalian nantinya jadi dokter yang membahayakan pasien. Ilmu itu penting, ujung tombak dari profesi ini. Profesionalisme kita dinilai dari sebanyak apa ilmu yang kita miliki. Karena semua yang terjadi dalam standar pelayanan medis, bukan saja kehendak kita, tapi ada faktor Allah yang mengintervensi. Mungkin ada saatnya ketika pelayanan yang kita lakukan terjadi miss, kesalahan, atau resiko medis. Dengan ilmu yang kita miliki, asal kita bekerja sesuai standar operasional, asal kita paham dan tau bagaimana seharusnya prosedurnya, kita akan dengan mudah menjelaskan pada pasien bahwa kita sudah melakukan dengan benar. Kita tidak akan dengan mudah dijatuhkan oleh orang-orang yang punya kepentingan buruk, dan itulah bukti amanah kita pada profesi kita.
Dan dengan kalian ikhlas menerima setiap kritik membangun dari setiap perjalanan pendidikan ini, moral dan etika kalian akan terbentuk dengan baik. Menjadi dokter yang jujur dan bermoral. Cuma pinter nggak cukup dek, etika dan moral kalian harus dikedepankan juga. Saya harap Kamis depan kalian sungguh-sungguh mempersiapkan materi ini."
Makasih dok :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar